Tingkatan Amal Seseorang

 

Istimewanya seorang hamba memang tidak beramal karena apa pun kecuali karena Allah semata dan memperoleh rida-Nya. Namun, sedikit sekali hamba yang mampu mencapai tingkatan ini. Maka dari itu, para ulama hakikat memperbolehkan seorang hamba sebelum mencapai tingkatan ikhlas seperti di atas, beramal dengan mengharap pahala yang dijanjikan-Nya. 

Banyak ayat dan hadits yang menunjukkan bentuk dan tingkatan balasan amal seorang hamba. Rasulullah saw. sendiri dalam salah satu haditsnya menyebutkan tingkatan-tingkatan tersebut. Antara lain dalam hadits yang diriwayatkeun oleh ath-Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Ausath, jilid II, halaman 1007: 


الْأَعْمَالُ خَمْسَةٌ: فَعَمَلٌ بِمِثْلِهِ، وَعَمَلٌ مُوجِبٌ وَعَمَلٌ بِعَشْرَةٍ، وَعَمَلٌ بِسُبْعُ مِائَةٍ وَعَمَلٌ لَا يَعْلَمُ ثَوَابَ عَامِلِهِ إِلَّا اللَّهُ

 

 

Artinya, “Amal-amalan itu ada lima (tingkatan). Ada amal yang dibalas dengan semisalnya. Ada amal yang mewajibkan. Ada amal yang dibalas sepuluh kali lipat. Ada amal yang dibalas tujuh ratus kali lipat. Dan ada amal yang tidak ada yang mengetahui pahala yang berhak diterima pelakunya kecuali Allah.”

Pertama, amal yang dibalas dengan semisalnya adalah niat seorang hamba untuk beramal baik, hanya saja karena hal di luar kemampuannya amal itu gagal terlaksana. Itulah kemurahan Allah yang mencatat kebaikan hamba walaupun baru niatnya saja. Tak salah jika Rasululllah saw. menyabdakan, “Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya.”  Sebab, dengan niat baiknya, cahaya sudah terpancar dalam hatinya.

 

Kedua, amal yang mewajibkan. Maksudnya, amal dari hamba yang tidak menyembah siapa pun kecuali kepada Allah. Tidak meminta kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Tidak menuju siapa pun kecuali kepada-Nya. Tidak keluar dari perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya. Maka baginya wajib balasan surga. Sebaliknya, hamba yang keluar dari perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya, maka wajib bagi hamba tersebut balasan neraka. 
Ketiga, amal yang dibalas sepuluh kali lipatnya. Secara umum, amal seorang hamba dicatat Allah sepuluh kali lipatnya, sebagaimana yang diinformasikan dalam hadits berikut ini.


الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمثَالِهَا إلى سَبْعِمَائَةِ ضِعْفٍ، والسَّيِّئةُ بِمِثْلِهَا إلَّا أن يَتَجَاوَزَ اللهُ عَنْهَا

Artinya, “Kebaikan itu dicatat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipatnya. Sementara keburukan dicatat semisalnya kecuali diampuni oleh Allah,” (HR.  Ahmad).

Keempat, amal yang dicatat tujuh ratus kali lipat. Amal yang mendapat balasan tujuh ratus kali lipat adalah amal berjihad di jalan Allah. Informasi balasan itu disampaikan secara jelas dalam ayat Al-Quran.


مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
Artinya, “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji,” (QS. al-Baqarah [2]: 261). 

Kelima, amal yang tidak mengetahui besaran balasannya kecuali Allah. Salah satu amal yang tidak diketahui besaran balasannya adalah amal puasa. Tentunya adalah puasa wajib, sebagaimana dalam hadits, “Aku akan membalas langsung ibadah puasa wajib.” Sebab, besaran balasan puasa sunah diketahui dalam beberapa hadits ada yang diampuni dosa satu tahun, dua tahun, dan seterusnya. 

Selain itu, masih ada amal-amal tertentu dari seorang hamba yang dikehendaki Allah mendapat balasan yang tak ternilai besarnya, sebagaimana yang ditegaskan dalam ayat berikut.


وَاللَّهُ يُضاعِفُ لِمَنْ يَشاءُ وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui,” (QS. Al-Baqarah [2]: 261). 

Maasyiral Mukminin rahimakumullah,

Itulah tingkatan dan gambaran balasan Allah bagi para hamba-Nya. Betapa pemurahnya Allah yang begitu teliti membalas kebaikan hamba-hamba-Nya. Di saat hamba-Nya berbuat baik, Dia balas sepuluh kali lipat, tujuh kali lipat, bahkan sampai tak terhingga.   

 

Namun, di kala hamba-Nya berdosa, Allah tangguhkan hingga beberapa saat, barangkali ia bertaubat. Kendati tak bertaubat, maka dicatat-Nya satu kesalahan saja. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang meraih keutamaan beramal. Amin ya robbal alamin. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jiw dan Ruh

Amalan Setelah Ramadan

Jadikan Diri Pribadi Taat