Perbuatan curang dan khianat
Perbuatan curang dan khianat adalah fenomena negatif yang
telah sangat akut dalam perilaku masyarakat kita dewasa ini. Hingga bagi
sebagian orang yang lemah jiwanya dan ‘murah’ harga dirinya, perbuatan curang
telah menjadi kebiasaan yang seolah bukan lagi dianggap perbuatan dosa. Hampir
dalam semua bentuk interaksi yang dilakukan oleh mereka dengan orang lain,
selalu saja dibumbui dengan kecurangan, kebohongan dan khianat. Padahal,
jangankan agama, seluruh manusia yang lurus fitrahnya pun, mengatakan bahwa
perbuatan itu jelas buruk dan tidak terpuji. Tentu perkara curang ini amatlah
berat, mengingat terjemahan kata ‘thafif’ atau ‘muthaffif’ sendiri melingkupi
kecurangan dalam jumlah yang sangat kecil sekalipun, “Sesungguhnya pelakunya
disebut muthaffif karena dia nyaris tidak mencuri dari takaran dan timbangan
kecuali hanya amat sedikit dan ringan.” ( Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm
al-Qur’ân, vol. 19, 250; As-Samarqandi, Bahr al-‘Ulum, vol. 3, 556)
Hal ini disebabkan orang yang berbuat curang otomatis telah
melakukan ketidakjujuran seringan apapun itu, sementara dalam Islam, sikap
jujur merupakan harga mati bagi orang-orang yang mengaku dirinya beriman. Oleh
sebab itu, orang yang memiliki keimanan pada Allah dan RasulNya seharusnya
tidak mungkin berbuat curang secara sadar, baik di hadapan orang banyak maupun
di saat sendirian.
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ
مِنِّي
“Siapa saja menipu (berbuat curang) maka dia bukan dari
golonganku.” (HR Muslim)
Perbuatan curang terjadi dalam banyak bidang dan dalam
bentuk yang beragam (Dalam risalah berjudul “Falaisa Minnaa”, karya Abdulaziz
bin Sarayan al Ushaimy). Diantaranya:
Pemimpin yang curang
Kemimpinan, jabatan dan kedudukan sering kali disalahgunakan
untuk menipu rakyat atau orang-orang yang berada dalam kepemimpinannya.
Kecurangan dan sikap mensia-siakan amanah pada sebagian para pejabat sudah
menjadi rahasia umum. Kasus-kasus hukum yang menimpa mereka, sudah menjadi menu
informasi yang kita terima sehari-hari. Padahal perbuatan yang demikian
mendapat ancaman keras dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ma’qil bin
Yasar al Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ مَعْقِلِ
بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ
يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ
– مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ma’qil Bin Yasâr Radhiyallahu anhu berkata, aku
mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang
hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada
hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh
mengharamkan surga atasnya. [Muttafaq alaih]
Perbuatan curang dalam jual beli
Berbuat curang dalam jual beli berarti berbuat zalim kepada
orang lain dalam urusan hartanya dan memakan harta mereka dengan cara yang
batil. Walau pun hanya sedikit, harta yang didapatkan dengan jalan berbohong,
menyembunyikan kecacatan, atau mengurangi timbangan adalah harta yang haram.
Sudah seharusnya kita menjauhkan diri kita dari harta-harta semacam itu.
Dari Jabir bin Abdillah, beliau mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di Mekah saat penaklukan kota Mekah
(tahun 8 H),
إِنَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
» . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى
بِهَا السُّفُنُ ، وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ .
فَقَالَ « لاَ ، هُوَ حَرَامٌ » . ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم
– عِنْدَ ذَلِكَ « قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ ، إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا
جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli
khamar, bangkai, babi, dan patung.” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa
pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai, mengingat lemak bangkai itu
dipakai untuk menambal perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan minyak untuk
penerangan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh! Jual
beli lemak bangkai itu haram.” Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah
mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak
bangkai tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya.” (HR. Bukhari no.
2236 dan Muslim, no. 4132).
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa orang Yahudi kena
laknat karena mereka melakukan pengelabuan. Lemak bangkai jelas haram untuk
dijual, walaupun masih boleh dimanfaatkan menurut pendapat terkuat sebagaimana
telah diterangkan dalam tulisan “Hukum jual beli bangkai“. Mereka kelabui
dengan mencairkan lemak bangkai tersebut sehingga menjadi minyak yang cair lalu
mereka jual. Kemudian mereka makan hasil penjualannya.
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan berkata, “Pengelabuan atau
akal-akalan pada sesuatu yang telah Allah haramkan menyebabkan murka dan laknat
Allah. Orang yang melakukan akal-akalan itu berdosa disebabkan karena melakukan
tipu daya terhadap Allah Ta’ala. Orang seperti ini telah menyerupai orang-orang
Yahudi yang terkena murka Allah. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka
ia termasuk golongan mereka. Telah banyak bentuk akal-akalan di zaman ini,
lebih-lebih dalam masalah jual beli. Itu bisa terjadi karena lemahnya iman dan
kurangnya rasa takut pada Allah, juga karena meremehkan hukum syari’at. Ini pun
disebabkan karena sudah terfitnah dengan dunia.” (Minhatul ‘Allam, 6: 17).
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا
فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ
أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ
كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati
setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan
beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai
pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan
wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian
makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia
bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim no. 102).
Jika dikatakan tidak termasuk golongan kami, maka itu
menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا
فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.
“Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan
kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu
Hibban 2: 326.).
Semoga Allah memberikan kepada setiap pelaku bisnis muslim
sifat jujur.
Kecurangan dalam Ilmu
Kecurangan dalam ilmu sangat berbahaya dan memiliki dampak
negatif yang cukup besar. Para ulama mengatakan, tatkala seseorang mendapatkan
ijazah pendidikan dengan cara yang tidak jujur, maka harta yang didapatkan
dengan ijazah itu pun teranggap harta yang haram. Praktek kecurangan dalam
ujian, adalah petaka yang menyedihkan dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan
yang seharusnya berada di garda depan dalam membentuk manusia-manusia yang
jujur dan memiliki integritas tinggi, acap kali justru diwarnai praktek-praktek
tidak terpuji seperti itu.
Perbuatan curang dalam perkataan
Perbuatan curang dalam perkataan sering terjadi dalam urusan
persidangan, seperti memberi kesaksian palsu, menyampaikan informasi-informasi
yang tidak sesuai dengan fakta dan hakikatnya di hadapan persidangan dengan
maksud menzalimi dan merugikan orang lain.
Masih banyak wilayah dan bentuk perbuatan curang yang
terjadi dalam masyarakat. Yang telah disebutkan diatas hanya beberapa contohnya
saja. Curang yang dimaksudkan tidak hanya dalam jual beli saja, melainkan juga
dalam hal lain, misalnya makan gaji buta karena pekerjaan yang dilakukan tidak
memenuhi target di kantor, melakukan korupsi jabatan, korupsi waktu, dan lain
sebagainya. Adz-Dzahabi berkata, “Termasuk di dalamnya juga, harta yang diambil
dari pemungut cukai, para perampok, pencuri, koruptor, dan pezina semuanya
termasuk dosa-dosa besar. Dan (begitu) pula seorang yang meminjam barang
pinjaman kemudian mengingkarinya, seorang yang mengurangi timbangan atau
takaran, seorang yang menemukan barang temuan tetapi tidak berusaha
mengumumkannya tetapi ia memakannya, dan seorang yang menjual barang dagangan
yang ada cacatnya kemudian ia menutup-nutupinya. Demikian juga berjudi dan yang
semisalnya. Semuanya adalah termasuk dosa-dosa besar berdasarkan hadis di atas,
sekalipun masih ada sebagiannya yang diperselisihkan.
Balasan Bagi Para Pelaku curang
1. Neraka Jahanam
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu)
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi.” (QS. Al Muthaffifin : 1-3)
2. Tertimpa paceklik, kesusahan dalam memenuhi kebutuhan,
dan terkena kejahatan penguasa
Rasulullah menghadap kami lalu mengatakan, “Hai orang-orang
Muhajirin, ada lima perkara yang jika kalian tertimpa dengan itu—dan aku
berlindung kepada Allah untuk kalian tertimpa dengan itu— … (lalu beliau
mengatakan) dan tidaklah orang-orang mengurangi takaran dan timbangan kecuali
mereka tertimpa oleh paceklik, kesusahan (dalam memenuhi) kebutuhan dan
kejahatan penguasa…” (HR. Ibnu Majah).
3. Mendapat kebinasaan
Dalam surah Hud [11] ayat 84 dan 85 misalnya, salah satu
nasihat beliau kepada kaumnya jangan mengurangi takaran dan timbangan sebagai
bentuk kecurangan yang mereka lakukan secara kolektif pada zaman itu. Ibnu
Katsir berkata, “Allah membinasakan dan menghancurkan kaum Syu’aib dikarenakan
mereka berbuat curang dalam takaran dan timbangan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 7: 508).
Komentar
Posting Komentar