Memilih Pemimpin

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Kepemimpinan adalah hajat seluruh makhluk hidup terlebih lagi manusia. Khususnya kepemimpinan bagi orang-orang beriman. Karena faktanya, semua sisi kehidupan kita ini membutuhkan kepemimpinan. Tanpa adanya kepemimpinan, kehidupan akan menjadi kacau dan tidak terkendali.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun turut memberi ancaman kebinasaan manakala orang beriman hidup tanpa adanya ikatan komitmen dalam menaati pemimpin.

Dalam hadits disebutkan, dari Ibnu ‘Umar berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِىَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Barang siapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan pada pemimpin, maka ia pasti bertemu Allah pada hari kiamat dengan tanpa argumen yang membelanya. Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di lehernya, maka ia mati dengan cara mati jahiliyah.” (HR. Muslim no. 1851)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Tidak sekedar perintah untuk hidup di bawah naungan sebuah kepemimpinan, akan tetapi dalam Islam juga ada rambu-rambu larangan dari menjadikan para pemimpin (di segala levelnya) yang memiliki kriteria sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran. Di antaranya adalah sebagai berikut:

 

Pertama: Orang yang memusuhi Allah dan kaum muslimin

Siapa pun yang memusuhi Allah subhanahu wata’ala dan kaum muslimin, atau berada di barisan mereka, mendukung mereka, membantu mereka dalam memerangi Allah subhanahu wata’ala dan kaum muslimin, maka ia tidak boleh dijadikan pemimpin kaum muslimin.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)

 

 

Kedua: Non-muslim atau kafir

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ

“Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, bukan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, bukanlah dia dari (agamaAllah sedikit pun…” (QS. Ali Imran: 28)

Ketiga: Orang yang menjadikan agama Islam sebagai bahan ejekan dan permainan

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitudi antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 57)

 

Keempat: Yahudi dan Nasrani

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimmpin(mu): sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Kepemimpinan dalam Islam memiliki fungsi ganda yang harus dilaksanakan secara keseluruhan.

Pertama, menjalankan fungsi leader, yakni menggantikan dan atau melanjutkan misi kenabian dalam rangka menjaga agama Islam, hifdzud diin atau hirasatud diin.

Kedua, fungsi manajerial, yaitu mengatur segala urusan duniawi dengan agama Islam (siyasatud dunya bid diin).

Melihat urgensi yang sangat besar itu, maka kesalahan dalam memilih pemimpin akan membawa bencana besar dalam kehidupan dunia dan apalagi di kehidupan akhirat.

Allah menggambarkan dalam al-Quran tentang nasib para pemimpin yang dipilih berikut juga orang-orang yang memilihnya karena menyimpang dalam urusan kepemimpinan sehingga mereka dimasukkan ke dalam neraka.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus.” (QS. Al-Baqarah: 166)

وَقَالَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا لَوْ اَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّاَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوْا مِنَّا كَذٰلِكَ يُرِيْهِمُ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْ حَسَرٰتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِيْنَ مِنَ النَّارِ

Dan orang-orang yang mengikuti berkata, “Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal per-buatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 167)

Tentang ayat di atas Syaikh Sa’di dalam tafsirnya Taisir Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalami Al-Mannan mengatakan mereka yang dahulu di dunia mengikuti para pemimpin yang ternyata membawa kerusakan, di akhirat mereka menyesal, dan penyesalan di akhirat adalah sebesar-besar penyesalan.

Hal itu dikarenakan mereka mengikuti orang yang batil, mengamalkan amalan orang yang batil, berharap kepada yang batil, bergantung kepada yang batil sehingga terhapuslah amalan baik mereka semuanya.

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga melaknat pemimpin-pemimpin yang justru menyengsarakan, mempersulit, dan menyusahkan rakyat dengan kepemimpinannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan,

اللهُمَّ، مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ

Ya Allah, siapa pun yang mengurusi urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan siapa pun yang mengurusi urusan umatku, lalu dia bersikap lembut kepada mereka, maka bersikaplah lembut kepadanya.” (HR. Muslim no. 1828)

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Dalam menentukan pilihan suatu urusan secara umum, ataukah yang lebih khusus lagi seperti masalah menentukan pilihan pemimpin, Islam telah mengajarkan adab-adabnya, di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama: Niat Ikhlas karena Allah Ta’ala

Memilih pemimpin harus diniatkan untuk menggapai ridha Allah subhanahu wata’ala melalui kepemimpinan yang akan diemban oleh calon pemimpin pilihannya. Sehingga tercipta masyarakat yang beriman dan taat pada syariat Allah subhanahu wata’ala dan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan aturan Allah subhanahu wata’ala.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Kedua: Meminta petunjuk kepada Allah (Istikharah)

Istikharah dianjurkan untuk memohon petunjuk kepada Allah subhanahu wata’ala dalam menentukan manakah yang terbaik dari urusan yang mesti dipilih salah satunya.

Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikharah dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari al-Quran. (HR. Al-Bukhari No. 1162)

Ketiga: Menjauhkan diri dari hawa nafsu

Hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu yang berlebihan hingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan yang berlebihan tersebut sering kali menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allah.

Oleh sebab itu, hawa nafsu harus ditundukkan agar mau mengikuti syariat Allah. Dalam istilah syar’i, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syariat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga sudah mengingatkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan membawa kehancuran.

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan. Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan seseorang yang membanggakan diri sendiri.

Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah takut kepada Allah di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di waktu marah dan ridha.” (HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya no. 80)

 Keempat: Mengenali calon pemimpin

Dalam Islam, seseorang yang hendak berteman diperintahkan untuk mengamati dan mencermati sisi-sisi baik dan buruk terlebih lagi dalam urusan memilih pemimpin.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah setiap orang melihat siapa yang dia jadikan teman.” (HR. Abu Dawud)

Kemudian beliau menyitir beberapa firman Allah subhanahu wata’ala:

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Sesungguhnya manusia terbaik yang engkau tunjuk untuk bekerja adalah orang yang kuat dan amanah.” (QS. Al-Qashash: 26)

Ini menunjukkan kepada kita bahwasanya sebelum memilih hendaknya kita meneliti dengan cermat calon pemimpin tersebut untuk memastikan apakah dia sesuai dengan kriteria yang diterangkan dalam sumber ilmu dan pengetahuan kita yaitu al-Quran dan as-Sunnah.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَهُمْ رَاكِعُوْنَ

Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Maidah: 55)

Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,

اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ

“(Yaituorang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakatdan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkardan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj: 41)

 Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Demikian materi khutbah Jumat tentang petunjuk kami sampaikan, semoga Allah Ta’ala membimbing kita dalam berikhtiar memilih pemimpin yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jiw dan Ruh

Amalan Setelah Ramadan

Jadikan Diri Pribadi Taat